Kadal terbesar dan tertinggi di dunia, Komodo memiliki nama latin Varanus komodoenesis. Komodo adalah reptil purba asli Indonesia. Reptil besar ini masuk ke dalam salah satu dari tujuh keajaiban dunia pada tanggal 11 bulan 11 tahun 2011. Jika dilihat dari fisiknya untuk komodo jantan punya bobot yang lebih besar dibandingkan dengan komodo betina. Karena badannya yang besar, komodo memiliki pergerakan yang lambat yakni sekitar 8-10 kilometer per jam. Akan tetapi dalam kondisi terancam atau takut, mereka dapat lari hingga kecepatan 18 kilometer per jam.

Dilansir dalam buku “Panduan Sejarah Ekologi Taman Nasional Komodo” oleh Arnaz Mehta Erdmann, salah satu teori mengatakan komodo berasal dari Asia atau Australia. Hewan bernama latin Varanus komodoenesis ini melakukan migrasi dari Australia ke Kepulauan Timur Indonesia dan tiba di Pulau Flores 900.000 tahun yang lalu. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal PLOS One tahun 2009, Komodo punah dari Australia sekitar 50.000 tahun lalu. Proses migrasi ini diduga terjadi ketika ketinggian air laut lebih rendah 85 meter dibandingkan dengan kondisi di abad ke-21. Sehingga komodo dapat lebih mudah bermigrasi dari Flores ke pulau-pulau sekitarnya. Di Indonesia, habitat komodo banyak ditemui di Pulau Komodo, Pulau Rinca, Pulau Gili Motang dan sebagian kecil di bagian utara dan barat Flores. Dikutip dari jurnal berjudul Kajian Ekologi dan Status Keberadaan Komodo di Pulau Padar Taman Nasional Komodo karya Abdul Haris Mustari, dkk. komodo di Pulau Padar tak ditemukan lagi diduga karena masalah ekologi seperti menurunnya kualitas dan kuantitas makanan, air, dan satwa lain yang terkait dengan kehidupan komodo.

Pada tahun 2006, peneliti memverifikasi bahwa komodo adalah hewan khas yang ada di negara Indonesia. Komodo betina dapat bereproduksi secara aseksual melalui proses yang disebut partenogenesis. Jika tidak ada jantan, komodo betina masih bisa bertelur. Penelitian mengenai hal tersebut dilakukan pada dua kebun binatang di London yang merawat komodo betina tanpa pasangan. Beberapa telur dari cengkeramannya menegaskan bahwa tidak ada jantan yang berkontribusi pada pembuahan. Wah, menarik seka li ya.

Komodo  juga dikenal memiliki indera penciuman yang kuat. Komodo diketahui dapat membau sampai jarak 5-11 kilometer. Mereka lebih mengandalkan indera penciuman daripada penglihatan meskipun mereka memiliki penglihatan yang baik. Ketika sedang membau, komodo akan menjulurkan lidahnya. Saat itu, mereka sedang menangkap partikel zat kimia dari tanah dan udara.

Meskipun penampakan komodo terlihat buas dan menyeramkan. Akan tetapi komodo suka bermain. Individu komodo yang diamati terlihat bahagia karena bermain dengan sekop dan sepatu. Cara individu berinteraksi dengan objek terbukti tanpa agresi atau motivasi untuk makan dan dapat dianggap sebagai bermain. Gimana, apakah kalian juga tertarik untuk bermain dengan para Komodo?

Kita sebagai warga negara Indonesia wajib menjaga keberadaan flora dan fauna asli Indonesia agar kelestariannya tetap terjaga sampai anak cucu kita nanti. Apabila suatu flora atau fauna punah, maka sama saja Indonesia kehilangan harta berharganya. Oleh karena itu, mari ikut menjaga kelestarian flora dan fauna asli Indonesia mulai dari hal kecil di sekitar kita.

47 reptil dewasa dan ratusan reptil anak Caiuajara dobruskii

Sekelompok tim peneliti di Brasil menemukan fosil reptil tapi bisa terbang. Reptil purba itu diperkirakan hidup pada 80 juta tahun lalu.

Diterangkan paleontolog yang meneliti fosil ini, Hewan itu bernama Caiuajara dobruskii, salah satu anggota dari ordo Pterosauria. Bisa dibilang jika fosil ini adalah jenis kadal yang bisa terbang dan hidup berdampingan dengan dinosaurus lain.

Dikutip dari LA Times, Jumat 5 Agustus 2014, para ilmuwan sebenarnya tidak terlalu yakin bagaimana bentuk sayap dari reptil ini. Namun yang jelas, lebar sayapnya antara 2 sampai 8 kaki, tergantung umur dari reptil tersebut.

Peneliti dari Museum Nasional Brasil dan Universidade Federal do Rio de Janeiro merekonstruksi fosil itu. Digambarkan, meski memiliki tubuh seperti kadal namun di atas kepalanya ada semacam sayap yang lebar seperti layar perahu. Peneliti juga tidak menjelaskan untuk apa kegunaan sayap di atas kepala itu.

“Terdapat ratusan fosil dari satu tempat penggalian. Ini membuktikan teori jika reptil terbang selalu hidup berkumpul satu sama lain,” ujar paleontolog Alexander Kellner.

Fosil Pterosaurus sebelumnya di ekskavasi di Brasil bagian Utara. Pada 1970 lalu, seorang petani bernama Alexandre Dobruski dan anaknya juga pernah menemukan tulang fosil besar milik reptil yang hidup di jaman Cretaceous di Brasil Selatan.

Tempat fosil ditemukan ukurannya sekitar 215 meter persegi. Para peneliti menghitung, dalam kuburan fosil itu setidaknya ada 47 reptil dewasa dan ratusan reptil yang beranjak remaja.

Reptil yang masih muda memiliki lebar sayap sekitar 2,1 kaki, sedangkan reptil dewasa sekitar 7,71 kaki. Fosil-fosil itu masih utuh sehingga para peneliti bisa dengan mudah menciptakan tampilan tiga dimensi menggambarkan reptil terbang itu.

Dalam penelitiannya, peneliti tidak terlalu menjelaskan detil mengenai penyebab kepunahannya. Bisa jadi mereka punah karena badai gurun karena wilayah Caiuajara dulu adalah gurun. Mungkin juga mereka punah karena kekurangan air. Yang jelas, reptil-reptil tersebut tidak mati secara bersamaan.

“Caiuajara sepertinya telah menjadi rumah mereka dalam waktu yang lama,” kata Kellner.

Baca Juga : https://www.botanicayoruba7.com/mengapa-reptil-sering-disebut-hewan-melata/